Geothermal sudah sering kita dengar sebagai energi terbarukan dan menjanjikan untuk saat ini dan masa depan. Kita akan menilik lebih jauh seperti apa energi ini dan melihat perkembangan pemanfaat energi Geothermal di Indonesia.
Pada postingan ini, akan dibahas hasil wawancara dengan Fajar Febiani Amanda, Ph.D., Dosen Geothermal Teknik Geologi Universitas Pertamina. Fajar menyelesaikan studi doktoral-nya di Tohoku University dengan konsentrasi di bidang Geothermal.
Geothermal atau dalam istilah Bahasa Indonesia disebut dengan Panasbumi, berasal dari kata Geo atau bumi dan Thermal atau panas dapat dengan sederhana diartikan sebagai sumber panas yang berasal dari dalam bumi. Menurut Hochstein dan Browne (2000) sistem panasbumi merupakan sebuah istilah yang menggambarkan perpindahan panas dalam suatu media tertutup dalam kerak bumi yang mana panas berpindah dari sumber panas (heat source) menuju heat sink yang biasanya merupakan permukaan bebas (free surface). Panas berpindah baik secara konveksi maupun konduksi.
Diterjemahkan dari:
Geothermal System: A general term that describes natural heat transfer within a confined volume of the Earth’s crust where heat is transported from a heat source to a heat sink usually the free surface (Hochstein and Browne, 2000).
Secara umum pemanfaatan panas bumi dibagi menjadi pemanfaatan tidak langsung (indirect use) yaitu sebagai pembangkit listrik, dan pemanfaatan langsung (direct use) yaitu sektor non listrik, di antaranya, pemanas ruangan, pertanian, pengering kayu, perikanan, dan lain-lain.
Sumber energi dari panasbumi atau disebut dengan istilah heat source dapat berhubungan dengan gunung api atau yang disebut dengan Volcanic Geothermal System, dan dapat pula tidak berhubungan dengan gunung api atau Non-Volcanic Geothermal System.
Di Indonesia, sistem panasbumi yang berhubungan dengan vulkanisme dapat dijumpai di sepanjang busur gunungapi yang membentang dari Sumatera hingga Alor dan Sulawesi bagian utara hingga Maluku. Sedangkan sistem panasbumi yang tidak berhubungan dengan gunungapi, di antaranya terdapat di Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Pada umumnya pada suatu lapangan panasbumi dengan sistem hidrotermal yang berkembang akan dijumpai manifestasi permukaan seperti mataair panas, tanah beruap, fumarola, dan lain-lain.
Dengan isu lingkungan yang semakin populer saat ini, terutama dalam pengurangan emisi karbon, sumber energi yang lebih ramah lingkungan menjadi pilihan yang menjanjikan untuk menggantikan sumber energi minyak bumi, gas bumi dan batubara. Dalam penyediaan energi listrik, sumber-sumber yang lebih ramah lingkungan, atau yang sering kita kenal dengan energi baru dan terbarukan di antaranya energi matahari, air, arus, angin dan termasuk di dalamnya adalah energi panasbumi. Di antara sumber-sumber energi tersebut, panasbumi memiliki keunggulan di antaranya tidak tergantung kepada musim atau cuaca (penyinaran matahari, curah hujan, angin, dan lain-lain) sehingga dapat dimanfaatkan secara non-stop.
Dengan isu lingkungan yang semakin populer saat ini, terutama dalam pengurangan emisi karbon, sumber energi yang lebih ramah lingkungan menjadi pilihan yang menjanjikan untuk menggantikan sumber energi minyak bumi, gas bumi, dan batubara. Dalam penyediaan energi listrik, sumber-sumber yang lebih ramah lingkungan, atau yang sering kita kenal dengan energi baru dan terbarukan di antaranya energi matahari, air, arus, angin dan termasuk di dalamnya adalah energi panasbumi. Di antara sumber-sumber energi tersebut, panasbumi memiliki keunggulan di antaranya
Pembangkit listrik tenaga panasbumi, menurut menteri ESDM pada presentasinya di pembukaan ITB International Geothermal Workshop 2021, saat ini memproduksi 2.130,7 MW yang tersebar pada 14 WKP di seluruh Indonesia diantaranya Sibayak-Sinabung, Sibual-Buale, Sorik Marapi, Muara Laboh, Lumut Balai, Waypanas-Ulubelu, Kamojang-Darajat, Cibereuleuh-Perbakti (Salak), Pangalengan (Wayang Windu, Patuha), Karaha, Dataran tinggi Dieng, Lahendo-Tompaso, Ulumbu, dan Mataloko.
Sumber daya energi panasbumi Indonesia diperkirakan mencapai 28.508 MWe dari 357 daerah prospek di seluruh Indonesia, sedangkan pemanfaatan saat ini baru mencapai 2.130,7 MW yaitu sekitar 7% dari sumber dayanya. Meskipun nilai ini masih tergolong rendah, namun banyaknya proyek eksplorasi dan ekspansi yang sedang berjalan, ditambah dengan dukungan pemerintah, diharapkan angka ini akan bertumbuh dengan cepat. Untuk rencana ekspansi pembangkit yang sudah ada saja menurut menteri ESDM pada presentasinya di pembukaan ITB International Geothermal Workshop 2021, adalah sekitar 1.3 GW.
Berdasarkan roadmap pengembangan panas bumi tahun 2020-2030, diharapkan kapasitas total dari pembangkit listrik tenaga panasbumi mencapai target yaitu 8 GW pada tahun 2030.
Kendala utama dalam eksplorasi dan pengembangan panasbumi di antaranya:
Riset mengenai panasbumi terutama dalam pemanfaatannya untuk energi listrik sangat bermacam-macam, di antaranya adalah pemanfaatan panasbumi entalpi rendah sampai menengah yaitu mengembangkan pembangkit listrik sistem biner, teknologi hybrid antara panasbumi dengan solar PV dan pemanfaatan sumur-sumur minyak sebagai sumur panasbumi.
Kemudian pemanfaatan panasbumi entalpi sangat tinggi (temperatur >350 derajat Celsius) yang disebut juga sebagai supercritical geothermal, superheated geothermal, deep-seated geothermal, dan seterusnya. Kemudian riset dalam pemanfaatan langsung panasbumi untuk memproduksi hidrogen.
Secara umum, semua riset yang telah disebutkan memiliki peranan masing-masing untuk meningkatkan pemanfaatan panasbumi sebagai sumber energi. Sebagai contoh untuk pembangkit listrik sistem biner, memungkinkan pemanfaatan sistem panasbumi dengan entalpi yang lebih rendah, yang semula tidak dapat dimanfaatkan. Kemudian riset mengenai sistem panasbumi dengan entalpi sangat tinggi dan lokasi sangat dalam, dapat meningkatkan produksi energi dan mengurangi beberapa resiko permukaan di antaranya induced seismicity.
Semoga perkembangan Geothermal di Indonesia menjadi lebih baik ke depannya sebagai alternatif energi di masa depan yang semakin mudah pengelolaannya.